Minggu, 05 April 2020

BOSAN DI JAKARTA, SETELAH 2 TAHUN AKHIRNYA BISA NAIK GUNUNG LAGI DAN BEGINI RASANYA




Terminal Mendolo, Wonosobo, Jawa Tengah.

Yuhuuuuuu, akhirnya bisa naik gunung lagi setelah dua tahun menahan diri wkwk 

"sebelumnya minta maaf karena tulisannya baru dipost sekarang ya :("

Jadi guys September 2019 kemarin itu kali pertama aku kembali lagi ke hutan sejak terakhir aku ke Gunung Semeru pada Agustus 2017. udah lama banget dong ya ..

Setelah lulus dari Universitas, sempat mengganggur beberapa bulan kemudian bekerja di pertengahan 2018 setahun sesudahnya aku menyusun rencana perjalanan karena bosan dengan pemandangan gedung-gedung di Jakarta.

Usai berdiskusi cukup panjang, aku dan teman-temanku memutuskan untuk mendaki Gunung Sindoro di Jawa Tengah pada minggu ketiga bulan September.


Diskusi Perjalanan 
Setelah menyelesaikan keperluan kantorku saat itu, aku pun menyiapkan segala keperluan untuk perjalanan kali ini.  Kebetulan aku memang berencana untuk mampir ke tanah kelahiran papa di Pekalongan. Dan saat itu juga bertepatan dengan setahunnya aku pulang kampung saat menjenguk kakek ketika beliau sakit.

Keberangkatan yang direncanakan pada tanggal 19 September 2019 ternyata harus kami tunda karena berbagai hal. Satu orang temanku harus hadir untuk keperluan kerjanya. Disaat yang bersamaan kami baru tahu kabar bahwa Gunung Sindoro terpaksa menutup jalur pendakiannya karena kebakaran hutan yang melandanya saat itu.

Setelah berdiskusi bersama, perjalanan tetap kami lakukan hanya saja dengan tujuan yang berbeda. Wilayah Dieng di Wonosobo Jawa Tengah jadi pilihan yang terelakkan untuk kami saat itu.

Maklum saja, beberapa gunung alternatif ketika itu memang sedang ditutup juga karena kebakaran hutan dan alasan teknis lainnya. Akhirnya kami pun memilih Gunung Prau sebagai penggantinya.
Perjalanan dimulai tanggal 22 September 2019.

aku dan dua temanku sudah sepakat bertemu di Terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur.

Setelah memesan tiket untuk tiga orang  kami pun berangkat sekitar pukul  6 sore.

Perjalanan dari Jakarta ke Wonosobo kami tempuh selama 10 jam, sampai akhirnya kami sampai sekira pukul 04.00 pagi di Terminal Mendolo.

Cuaca dingin menusuk kulit tanpa permisi saat kaki memijakkan kaki pertama kalinya disana. Namun hal pertama yang kami lakukan adalah terus bergerak mencari tempat beristirahat untuk sekedar merebahkan badan atau menselonjorkan kaki karena pegal-pegal efek berjam-jam perjalanan dan duduk didalam bis.

Setelah turun bis, beristirahat dan mengisi perut kami pun melanjutkan perjalanan dengan angkutan umum bersama pendaki lainnya.
Seluruh carriel diikat diatap kendaraan, ketika matahari sudah mulai meninggi kami pun berangkat menuju basecamp tujuan masing-masing.

Tampak dari dalam kendaraan jalur menuju kawasan Dieng dan sekitarnya menggunakan angkutan umum.


Lebih kurang satu jam perjalanan, jalanpun mulai sering menanjak, menurun dan berkelok-kelok. Suasana pedesaan mulai sangan terasa dan aku seperti kerasan berada disana saat itu.

Sebagian pendaki turun terlebih dahulu menuju basecamp Jalur Patak Banteng, sementara kami masih melanjutkan perjalanan menuju basecamp di Jalur Dieng.

Ya saat itu memang kami ingin mengexplore Gunung Prau melalui jalur tersebut. Melakukan perjalanan dengan lebih santai dan menghindari jalur-jalur ramai. Sehingga kami memilih jalur yang mungkin lebih sedikit pendaki yang melewatinya.

Perlu diketaui juga, Gunung Prau mememiliki banyak jalur yang bisa dijadikan alternatif pendakian diantaranya Tapak Banteng, Dieng Wetan,  Lembu, Dwarawati, Campurejo,  dan Wates.

Pagi di Dieng saat itu begitu dingin dan sejuk namun juga terasa hangat. meski telah mengisi perut di terminal subuh tadi, namun untuk kembali menambah tenaga aku dan kedua temanku akhirnya kembali membeli membeli sarapan.

Aku dan Bang Angga memilih sate ayam yang dijajakan di tepi jalan oleh seorang wanita paruh baya sementara Dicky memilih makan di sebuah rumah makan yang saat itu cukup ramai pembeli.

Selang satu jam setelahnya kami mulai menggendong carriel masing-masing daln mulai berjalan menuju basecamp jalur Dieng. Sekira 15 menit melewati tanjakan dan pemakaman warga kami sampai dan merebahkan badan mengecas handphone dan bersiap diri sejenak.

Di depan Gapura Bascamp Jalur Dieng.


Suasana basecamp saat itu masih sepi, belum ada pendaki lain selain kami disana. Sehubungan dengan semakin diperketatnya peraturan penggunaan plastik di Gunung Prau maka  setiap pendaki harus meminimalisir penggunaannya.

Tak hanya itu, berbagai makanan dan minuman kemasan juga harus dibuka dan dimasukkan dalam satu wadah agar tidak menghasilkan sampah plastik sisa makanan dan minuman yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan.

Mulai dari bungkus mie instan, kopi, botol minuman kemasan hingga tissue basah dilarang dibawa selama pendakian.

Proses pemilahan bungkus- bungkus plastik yang akan diminimalisisr untuk digunakanan selama pendakian.


Untuk mewadahi air yang dibawa, alternatifnya pihak basecamp menyewakan dirigen yang telah disiapkan pengelola. Bahkan puntung rokokpun tak bisa dibuang sembarangan karena saat mereka yang merokok telah selesai dari pendakiannya puntung rokok tersebut harus diperlihatkan kepada petugas sebelum dibuang sebagai bukti bahwa mereka tidak membuangnya dijalur selama pendakian.

Saat semuanya telah selesai dicek petugas, dan segala kebutuhan administrasi pun telah usai kami pun segera memulai pendakian. 
Sekira pukul 09.00 pagi kami berjalan menyusuri perkebunan warga yang membentang di sepanjang kaki Gunung Prau.

Lama tak menggendong carriel untuk pendakian rupanya berpengaruh besar untuk pendakian kali ini.

Rasanya badan lebih cepat lelah, nafas tak beraturan hingga seringkali aku meminta berhenti untuk duduk dan istirahat dijalur.
Perjalanan kami memang sangat santai, tak ada yang kami kejar dan tak ada pula yang mengejar kami. 

Kira- Kira seperti apa ya perjalanan selama pendakian? Berhasilkah kami untuk santuy di Gunung Prau? 

Tunggu di cerita selanjutnya ya ...

  



Tidak ada komentar:

Posting Komentar